Terkadang karomah diberikan kepada orang yang belum
sempurna kemandirian istiqomahnya.”
Banyak peristiwa luar biasa muncul pada diri seseorang, lalu seseorang atau orang lain mengklaimnya itu adalah karomah. Dan lebih dari itu, jika seseorang muncul keistemewaannya, dianggap telah sempurna perjalanan istiqomahnya.
Banyak peristiwa luar biasa muncul pada diri seseorang, lalu seseorang atau orang lain mengklaimnya itu adalah karomah. Dan lebih dari itu, jika seseorang muncul keistemewaannya, dianggap telah sempurna perjalanan istiqomahnya.
Apa sebenarnya karomah itu? Apa pula istiqomah?
Karomah adalah peristiwa luar biasa yang dimunculkan oleh
Allah swt pada seorang hambaNya, tanpa menghilangkan keistiqomahannya.
Munculnya tidak didahului oleh sebab akibat (semacam amalan-amalan tertentu,
dll) atau persiapan dari sang hamba tadi.
Allah Swt menampakkannya karena ada sesuatu yang istemewa
dari hambanya yang ahli tha’at kepadaNya baik ia masih dalam awal penempuhan
atau sudah sampai di akhir perjalanan istiqomahnya.
Karomah itu hanya untuk menunjukkan kelebihan seseorang dari
Allah Ta’ala, bukan menunjukkan keparipuraan istiqomahnya. Karomah tidak
menunjukkan seseorang meraih maqom yang tinggi, kecuali jika orang tersebut
memang sudah sempurna istiqomahnya.
Ukurannya adalah seseorang benar-benar serasi dalam
mengikuti jejak kebenaran Ilahi lahir dan batin menurut cara yang dibenarkan,
tanpa motif tertentu. Berarti pula ia terus menerus bertaubat tanpa berpoaling
ke dosa, melakukan amaliyah tanpa sela, dan ikhlas tanpa berpaling dariNya,
serta yaqin tanpa keraguan, tawakkal tanpa beban, dan hanya berdisiplin terus
menerus dalam meraih wushul padaNya. Itulah karomah yang hakiki.
Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily Qs, mengatakan, “Ada dua
karomah yang bepadu dan saling meliputi: (1) Karomah Iman, dengan bertambahnya
rasa yaqin dan musyahadah secara jelas. (2) Karomah amal, dengan mengikuti
jejak Sang Nabi saw, menghindari klaim-klaim dan pengingkaran. Siapa yang
dianugerahi dua hal itu, lalu masih mengalihkan perhatiannya pada yang lain, ia
adalah hamba yang berlebihan (kemoncolen, red) nan pendusta. Dirinya tertimpa
tipu daya, dan punya kesalahan dalam ilmu maupun amal yang benar. Sebagaimana
orang yang menghormati ketika melihat sang raja, disertai kerelaan jiwa,
tiba-tiba ia berhasrat untuk mengalihkan perhatiannya pada cara mengendarai
kendaraan dan melepaskan kerelaan hatinya.”
Beliau mengatakan pula:
”Sebuah karomah yang tidak disertai oleh ridho kepada Allah Swt, maka pemilik karomah itu tertipudaya, atau kurang akal, atau hancur berkeping-keping.”
”Sebuah karomah yang tidak disertai oleh ridho kepada Allah Swt, maka pemilik karomah itu tertipudaya, atau kurang akal, atau hancur berkeping-keping.”
Karena itu, kita jangan sering tertipu daya oleh karomah
yang tidak disertai istiqomah yang hakiki. Banyak khalayak menilai keistemewaan
dan keluhuran derajat seseorang dari keistemewaannya. Apalagi jika
keistemewaannya itu direkayasa melalui industri media massa, atau
kepentingan-kepentingan publikasi, jelas adalah bentuk tipudaya sampah yang
membusukkan.
Masyarakat kita sering terjebak oleh keistemewaan yang
tampak fenomenal, lalu diklaim sebagai karomah. Padahal tujuan Allah memberikan
karomah itu agar seseorang bisa istiqomah. Oleh karena itu istiqomah,
ditegaskan oleh para Sufi lebih utama dibanding beribu karomah. Karena hakikat
karomah adalah istiqomah itu sendiri.
Sumber: http://sufinews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar