Manakib Syeikh Muhammad
Bahauddin An-Naqsabandi
Oleh:
Asy-Syaikh As-Sayyid KH.Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini
(Mursyid Thariqah Naqsabandiyyah Wali Songo/ Thariqah Wali Songo)
Asy-Syaikh As-Sayyid KH.Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini
(Mursyid Thariqah Naqsabandiyyah Wali Songo/ Thariqah Wali Songo)
Syeikh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi adalah seorang wali qutub
yang masyhur hidup pada tahun 717-791 H di desa Qoshrul ‘Arifan, Bukhara,
Rusia. Beliau adalah pendiri Tariqah Naqsyabandiyah sebuah tariqah yang sangat
terkenal dengan pengikut sampai jutaan jama’ah dan tersebar sampai ke Indonesia
hingga saat ini.
Syekh Muhammmad Baba as Samasiy adalah guru pertama kali dari
Syekh Muhammad Bahauddin Ra. yang telah mengetahui sebelumnya tentang akan
lahirnya seseorang yang akan menjadi orang besar, yang mulia dan agung
baik disisi Allah Swt. maupun dihadapan sesama manusia di desa Qoshrul Arifan
yang tidak lain adalah Syekh Bahauddin.
Di dalam asuhan, didikan dan gemblengan dari Syekh Muhammad Baba
inilah Syekh Muhammad Bahauddin mencapai keberhasilan di dalam mendekatkan diri
kepada Allah Swt. sampai Syekh Muhammad Baba menganugerahinya sebuah “kopiah
wasiat al Azizan” yang membuat cita-citanya untuk lebih dekat dan wusul kepada
Allah Swt. semakin meningkat dan bertambah kuat. Hingga pada suatu saat, Syekh
Muhammad Bahauddin Ra. melaksanakan sholat lail di Masjid. Dalam salah satu
sujudnya hati beliau bergetar dengan getaran yang sangat menyejukkan sampai
terasa hadir dihadapan Allah (tadhoru’). Saat itu beliau berdo’a, “Ya Allah
berilah aku kekuatan untuk menerima bala’ dan cobaanya mahabbbah (cinta kepada
Allah)”.
Setelah subuh, Syekh Muhammad Baba yang memang seorang waliyullah
yang kasyaf (mengetahui yang ghoib dan yang akan terjadi) berkata kepada Syekh
Bahauddin, “Sebaiknya kamu dalam berdo’a begini, “Ya Allah berilah aku apa saja
yang Engkau ridloi”. Karena Allah tidak ridlo jika hamba-Nya terkena bala’ dan
kalau memberi cobaan, maka juga memberi kekuatan dan memberikan kepahaman
terhadap hikmahnya”. Sejak saat itu Syekh Bahauddin seringkali berdo’a sesuai
dengan apa yang diperintahkan oleh Syekh Muhammad baba.
Untuk lebih berhasil dalam pendekatan diri kepada Sang Kholiq,
Syekh Bahauddin seringkali berkholwat menyepikan hatinya dari keramaian dan
kesibukan dunia. Ketika beliau berkholwat dengan beberapa sahabatnya, waktu itu
ada keinginan yang cukup kuat dalam diri Syekh Bahauddin untuk bercakap-cakap.
Saat itulah secara tiba-tiba ada suara yang tertuju pada beliau, “He, sekarang
kamu sudah waktunya untuk berpaling dari sesuatu selain Aku (Allah)”. Setelah
mendengar suara tersebut, hati Syekh Bahauddin langsung bergetar dengan
kencangnya, tubuhnya menggigil, perasaannya tidak menentu hingga beliau
berjalan kesana kemari seperti orang bingung. Setelah merasa cukup tenang,
Syekh Bahauddin menyiram tubuhnya lalu wudlu dan mengerjakan sholat sunah dua
rokaat. Dalam sholat inilah beliau merasakan kekhusukan yang luar biasa,
seolah-olah beliau berkomunikasi langsung dengan Allah Swt.
Saat Syekh Bahauddin mengalami jadzab1 yang pertama kali beliau
mendengar suara, “Mengapa kamu menjalankan thoriq yang seperti itu ? “Biar
tercapai tujuanku’, jawab Syekh Muhammad Bahauddin. Terdengar lagi suara, “Jika
demikian maka semua perintah-Ku harus dijalankan. Syekh Muhammad Bahauddin
berkata “Ya Allah, aku akan melaksanakan semampuku dan ternyata sampai 15 hari
lamanya beliau masih merasa keberatan. Terus terdengar lagi suara, “Ya sudah,
sekarang apa yang ingin kamu tuju ? Syekh Bahauddin menjawab, “Aku ingin thoriqoh
yang setiap orang bisa menjalankan dan bisa mudah wushul ilallah”.
Hingga pada suatu malam saat berziarah di makam Syekh Muhammad
Wasi’, beliau melihat lampunya kurang terang padahal minyaknya masih banyak dan
sumbunya juga masih panjang. Tak lama kemudian ada isyarat untuk pindah
berziarah ke makam Syekh Ahmad al Ahfar Buli, tetapi disini lampunya juga
seperti tadi. Terus Syekh Bahauddin diajak oleh dua orang ke makam Syekh
Muzdakhin, disini lampunya juga sama seperti tadi, sampai tak terasa hati Syekh
Bahauddin berkata, “Isyarat apakah ini ?”
Kemudian Syekh Bahauddin, duduk menghadap kiblat sambil bertawajuh
dan tanpa sadar beliau melihat pagar tembok terkuak secara perlahan-lahan,
mulailah terlihat sebuah kursi yang cukup tinggi sedang diduduki oleh seseorang
yang sangat berwibawa dimana wajahnya terpancar nur yang berkilau. Disamping
kanan dan kirinya terdapat beberapa jamaah termasuk guru beliau yang telah
wafat, Syekh Muhammad Baba.
Salah satu dari mereka berkata, “Orang mulia ini adalah Syekh Muhammad
Abdul Kholiq al Ghojdawaniy dan yang lain adalah kholifahnya. Lalu ada yang
menunjuk, ini Syekh Ahmad Shodiq, Syekh Auliya’ Kabir, ini Syekh Mahmud al
Anjir dan ini Syekh Muhammad Baba yang ketika kamu hidup telah menjadi gurumu.
Kemudian Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy memberikan penjelasan
mengenai hal-hal yang dialami Syekh Muhammad Bahauddin, “Sesunguhnya lampu yang
kamu lihat tadi merupakan perlambang bahwa keadaanmu itu sebetulnya terlihat
kuat untuk menerima thoriqoh ini, akan tetapi masih membutuhkan dan harus
menambah kesungguhan sehingga betul-betul siap. Untuk itu kamu harus
betul-betul menjalankan 3 perkara :
1. Istiqomah mengukuhkan syariat.
2. Beramar Ma’ruf Nahi mungkar.
3. Menetapi azimah (kesungguhan) dengan arti menjalankan agama dengan mantap tanpa memilih yang ringan-ringan apalagi yang bid’ah dan berpedoman pada perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabat Ra.
2. Beramar Ma’ruf Nahi mungkar.
3. Menetapi azimah (kesungguhan) dengan arti menjalankan agama dengan mantap tanpa memilih yang ringan-ringan apalagi yang bid’ah dan berpedoman pada perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabat Ra.
Kemudian untuk membuktikan kebenaran pertemuan kasyaf ini, besok
pagi berangkatlah kamu untuk sowan ke Syekh Maulana Syamsudin al An-Yakutiy, di
sana nanti haturkanlah kejadian pertemuan ini. Kemudian besoknya lagi,
berangkatlah lagi ke Sayyid Amir Kilal di desa Nasaf dan bawalah kopiah wasiat
al Azizan dan letakkanlah dihadapan beliau dan kamu tidak perlu berkata apa-apa,
nanti beliau sudah tahu sendiri”.
Syekh Bahauddin setelah bertemu dengan Sayyid Amir Kilal segera
meletakkan “kopiah wasiat al Azizan” pemberian dari gurunya. Saat melihat
kopiah wasiat al Azizan, Sayyid Amir Kilal mengetahui bahwa orang yang ada
didepannya adalah syekh Bahauddin yang telah diwasiatkan oleh Syekh Muhammad
Baba sebelum wafat untuk meneruskan mendidiknya.
Syekh Bahauddiin di didik pertama kali oleh Sayyid Amir Kilal
dengan kholwat selama sepuluh hari, selanjutnya dzikir nafi itsbat dengan
sirri. Setelah semua dijalankan dengan kesungguhan dan berhasil, kemudian
beliau disuruh memantapkannnya lagi dengan tambahan pelajaran beberapa ilmu
seperti, ilmu syariat, hadist-hadist dan akhlaqnya Rasulullah Saw. dan para
sahabat. Setelah semua perintah dari Syekh Abdul Kholiq di dalam alam kasyaf
itu benar–benar dijalankan dengan kesungguhan oleh Syekh Bahauddin mulai jelas
itu adalah hal yang nyata dan semua sukses bahkan beliau mengalami kemajuan
yang sangat pesat.
Jadi toriqoh An Naqsyabandiy itu jalur ke atas dari Syekh Muhammad
Abdul Kholiq al Ghojdawaniy ke atasnya lagi dari Syekh Yusuf al Hamadaniy
seorang Wali Qutub masyhur sebelum Syekh Abdul Qodir al Jailaniy. Syekh Yusuf
al Hamadaniy ini kalau berkata mati kepada seseorang maka mati seketika,
berkata hidup ya langsung hidup kembali, lalu naiknya lagi melalui Syekh Abu
Yazid al Busthomi naik sampai sahabat Abu Bakar Shiddiq Ra. Adapun dzikir sirri
itu asalnya dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al ghojdawaniy yang mengaji tafsir
di hadapan Syekh Sodruddin. Pada saat sampai ayat, “Berdo’alah kepada Tuhanmu
dengan cara tadhorru’ dan menyamarkan diri”…
Lalu beliau berkata bagaimana haqiqatnya dzikir khofiy /dzikir
sirri dan kaifiyahnya itu ? jawab sang guru : o, itu ilmu laduni dan insya
Allah kamu akan diajari dzikir khofiy. Akhirnya yang memberi pelajaran langsung
adalah nabi Khidhir as.
Pada suatu hari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. bersama salah seorang
sahabat karib yang bernama Muhammad Zahid pergi ke Padang pasir dengan membawa
cangkul. Kemudian ada hal yang mengharuskannya untuk membuang cangkul tersebut.
Lalu berbicara tentang ma’rifat sampai datang dalam pembicaraan tentang
ubudiyah “Lha kalau sekarang pembicaraan kita sampai begini kan berarti sudah
sampai derajat yang kalau mengatakan kepada teman, matilah, maka akan mati
seketika”. Lalu tanpa sengaja Syekh Muhammad Bahauddin berkata kepada Muhammad
Zahid, “matilah kamu!, Seketika itu Muhammad Zahid mati dari pagi sampai waktu
dhuhur.
Melihat hal tersebut Syekh Muhammad Bahauddin Ra. menjadi kebingungan,
apalagi melihat mayat temannya yang telah berubah terkena panasnya matahari.
Tiba-tiba ada ilham “He, Muhammad, berkatalah ahyi (hiduplah kamu). Kemudian
Syekh Muhammad Bahauddin Ra. berkata ahyi sebanyak 3 kali, saat itulah terlihat
mayat Muhammad Zahid mulai bergerak sedikit demi sedikit hingga kembali seperti
semula. Ini adalah pengalaman pertama kali Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan
yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang Wali yang sangat mustajab do’anya.
Syekh Tajuddin salah satu santri Syekh Muhammad Bahauddin Ra
berkata, “Ketika aku disuruh guruku, dari Qoshrul ‘Arifan menuju Bukhara yang
jaraknya hanya satu pos aku jalankan dengan sangat cepat, karena aku berjalan
sambil terbang di udara. Suatu ketika saat aku terbang ke Bukhara, dalam
perjalanan terbang tersebut aku bertemu dengan guruku. Semenjak itu kekuatanku
untuk terbang di cabut oleh Syekh Muhammad Bahauddin Ra, dan seketika itu aku
tidak bisa terbang sampai saat ini”.
Berkata Afif ad Dikaroniy, “Pada suatu hari aku berziarah ke Syekh
Muhammad Bahauddin Ra. Lalu ada orang yang menjelek-jelekkan beliau. Aku
peringatkan, kamu jangan berkata jelek terhadap Syekh Muhammad Bahauddin Ra.
dan jangan kurang tata kramanya kepada kekasih Allah. Dia tidak mau tunduk
dengan peringatanku, lalu seketika itu ada serangga datang dan menyengat dia
terus menerus. Dia meratap kesakitan lalu bertaubat, kemudian sembuh dengan
seketika. Demikian kisah keramatnya Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Rodiyallah
‘anhu wa a’aada a‘lainaa min barokaatihi wa anwaarihi wa asroorihii wa
‘uluumihii wa akhlaaqihi allahuma amiin.
Referensi:
1. Manaqib Syeikh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi (Koleksi Majelis Dakwah wali Songo, 2000)
1. Manaqib Syeikh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi (Koleksi Majelis Dakwah wali Songo, 2000)
sumber COPAS: http://www.sarkub.com/2012/manakib-syeikh-muhammad-bahauddin-an-naqsabandi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar